BMKG Bekerjasama Dengan Dinas Pertanian Dan Pangan Gunungkidul Laksanakan Sekolah Lapang Iklim Operasional di Kalurahan Karangwuni Rongkop

Jumat, 14 Agustus 2020

Administrator1

Informasi

Dibaca: 1449 kali

Badan Meteorologi  Klimatologi dan Geofisika Stasiun Iklim Sleman Yogyakarta bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul melaksanakan Sekolah Lapang  Iklim Operasional di Kabupaten Gunungkidul. Sekolah Lapang  Iklim dilaksanakan di 3 Kapanewon yaitu Kapanewon Rongkop, Ponjong dan Gedangsari. Pada Selasa (11/08/2020) dilaksanakan pembukaan Sekolah Lapang Iklim Operasional di Kalurahan Karangwuni tepatnya di dusun Tirisan, Karangwuni, Rongkop.

Hadir pada acara pembukaan Sekolah Lapang Iklim Operasional Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Ir. Bambang Wisnu Broto, Kepala Staklim Yogyakarta Reni Kraningtyas, SP., MSi., Panewu Rongkop Agung Danarta, S.Sos.,MSi., Lurah Karangwuni Suparta dan para peserta Sekolah Lapang Iklim Operasional.

Etik Setyaningrum Panitia Penyelenggara Sekolah Lapang Iklim Operasional dari Staklim Yogyakarta melaporkan bahwa Sekolah Lapang Iklim Operasional dilaksanakan bertujuan untuk antisipasi dampak fenomena perubahan iklim ekstrim yang terjadi, dalam pelaksanaan Sekolah Lapang Iklim menggunakan metoda belajar secara interaktif sambil praktek. Dua materi pokok yang diberikan yaitu pertama pengenalan unsur cuaca dan iklim beserta alat ukurnya,  dan yang kedua pemahaman informasi iklim. Peserta Sekolah Lapang Iklim Operasional berjumlah 30 orang, terdiri dari  3 PPL , 1 POPT,  dan 1 Babinsa, serta 25 orang petani poktan Sumber Rejeki, Padukuhan Tirisan, Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Rongkop. 

Kepala  Staklim Sleman Yogyakarta Reni Kraningtyas, SP.,MSi. dalam sambutannya menyatakan Sekolah Lapang Iklim operasional merupakan Sekolah Lapang Iklim konsep baru, direncanakan dilaksanakan di  3 lokasi di Gunungkidul. Sekolah Lapang Iklim Operasional merupakan program Nawacita ke-7 yaitu BMKG mendukung kemandirian ekonomi. Peran ini dimaksimalkan  dengan pemberian materi sosialisasi dan pembelajaran tentang cuaca dan iklim dalam usaha tani, yang didukung POPT dan PPL. Harapannya Sekolah Lapang Iklim operasinal yang dikembangkan dengan konsep pembelajaran orang dewasa, dengan banyak materi, dan peserta bisa berinteraktif dengan narasumber. Selain pembelajaran di kelas juga ada pendampingan di lapangan kepada petani baik secara online maupun offline  dengan tetap menggunakan protocol Kesehatan. Kedepan ada petugas BMKG yang mendampingi petani di lahan yang digunakan untuk uji coba Sekolah Lapang Iklim Operasional, diharapkan ada partisipasi aktif dari petani terkait informasi iklim yang akan disampaikan, antara lain akses informasi cuaca dan iklim dari android di situs BMKG. Sehingga para petani akan melihat update informasi cuaca secara riil dan kontinyu. Dirinya yakin informasi cuaca dan iklim BMKG sangat valid. Pranoto mongso yang ada dapat  digunakan sebagai pendamping karena dalam anomali iklim pranoto mongso kurang sesuai. Selain itu salah satu tanaman pokok di Rongkop adalah ubi kayu yang belum tergarap pasca panennya, dengan pendampingan olahan ubi kayu akan memberi nilai tambah secara ekonomi. Sehingga apabila diterapkan petani berperan dalam  mendukung ketahanan ekonomi masyarakat tidak hanya ketahanan pangannya. Juga terhadap tanaman lainnya misal tanaman buah buahan. Terakhir para peserta dari petani yang sudah bisa membaca ramalan cuaca dan iklim yang terkini atau up date dapat disebar luaskan ke petani lainnya.

Ir. Bambang Wisnu Broto dalam sambutannya menyatakan Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul mewakili Pemerintah daerah mengucapkan terima kasih atas penyelenggaraan Sekolah Lapang Iklim Operasional di Gunungkidul pada 3 lokasi di tahun 2020. Harapannya selama 5 tahun kedepan 18 kapanewon telah melaksanakan Sekolah Lapang Iklim Operasional. Kepala Dinas Pertanian dan Pangan menjelaskan bahwa mempelajari cuaca dan iklim bagi petani sangat  penting. Sehingga  Sekolah Lapang Iklim Operasional akan menambah wawasan pengetahuan bagi petani dalam mencari rujukan tentang cuaca dan iklim  dalam usahataninya selain faktor produksi seperti pupuk dan benih. Pengalaman di Gunungkidul  pada tahun 2017 ada puso padi 5 Ha, 2018 ada puso padi 32 Ha dan 2019 ada puso padi  2700 ha sebagai dampak perubahan iklim ekstrim Sehingga diharapkan para petani perlu belajar  bersungguh sungguh tentang  iklim.  Setuju jika Pranoto Mongso sebagai pendamping data iklim. Para petani peserta setelah mengikuti Sekolah Lapang Iklim Operasional diharapkan meningkat pengetahuan iklim dan menerapkan dalam antisipasi fenomena anomali iklim dalam usaha taninya. Salah satu alat ukur iklim adalah prediksi jumlah curah hujan untuk menentukan komoditas dan waktu tanam. Selain hal tersebut dirinya berharap setelah mengikuti Sekolah Lapang Iklim Operasional para petani akan menerapkan dalam usaha taninya sehingga akan bisa meminimalkan resiko tanam dalam ngawu awu. Hal mana diusahakan Ngawu awu sebagai kearifan lokal dipadukan dengan prediksi iklim sehingga jarak waktu sebar benih tidak terlalu jauh dari datangnya musim hujan normal, atau mendekati musim hujan normal. Selama ini kebiasaan ngawu awu dalam sebar benih mencapai 16.000 Ha di Zone Selatan Mulai Rongkop sampai Panggang.—(RY)

Berita Terkait

Komentar via Facebook

Kembali ke atas

Pencarian




semua agenda

Agenda

semua download

Download

Statistik

935131

Pengunjung Hari ini :
Total pengunjung : 935131
Hits hari ini :
Total Hits :
Pengunjung Online :

Jajak Pendapat

Bagaimanakah tampilan website Pertanian?
Sangat Puas
Puas
Cukup Puas
Kurang Puas

Lihat

Aplikasi PPID